TANYA?
Urip Iku Urup
. sebuah tanya
terlintas di kepala
tak ada jawab
kenapa
kenapa
kenapa
semua diam
membungkam
lalu menghilang
karena lelah
gelisah
gundah
resah
marah
sirna
sirna
sirna
?
Bojonegoro 01-05-20
Kamis, 30 April 2020
Rabu, 29 April 2020
Cinta Terkoyak
Cinta Terkoyak
《Urip Iku Urup》
Dengar duhai kekasih
Nama yang kusimpan di hati
Bunyi " krak " terdengar nyaring
Ada yang patah ketika kau pergi
Namun, kau tak peduli sakit ini
Trus melangkah mengejar mimpi
Jadi biarlah menghilang
Nanti kan terobati
Meski perih
Cinta kan
Mati
V
《Bojonegoro 30-04-20》
Gugurnya Daun
Gugurnya Daun
Urip Iku Urup
he
lai
daun
berguguran
dari ujung tangkai
tertiup angin kencang
tanpa keluh teriak mengaduh
ia pasrah menerima takdirnya
berada di atas tanah tersapu atau
terinjak-injak beberapa kaki pejalan
bahkan masuk dalam kubangan kotor
tanah basah bekas hujan tadi malam
kemudian ia pun segera terlupakan
tergantikan daun baru yang tumbuh
tak ada jejak ia pernah di sana
namun bahagia karena ia
pernah ada menemani
seranting pohon
sbagai bukti
cinta
V
Bojonegoro 30-04-20
Senin, 20 April 2020
Di bawah surga-Nya
DI BAWAH SURGA-NYA
Oleh : Urip Iku Urup
Terlalu sempurna ku tuk membencimu, meski segores rindu kau kebiri rasaku. Dalam letih kuharap hadirmu empat detik yang ku pinta darimu rupanya beban buat ragamu. Sang sudra rindukan surga yang di dapat justru neraka, merindumu begitu sakit namun tak jua kau fahami
Dalam heningku, kusadari arti hadirku. Kuhanya keranjang sampah tempat keluh kesahmu. Aku hanya secarik tissue penyeka air matamu hanya dermaga tempat persinggahan perahumu dan sungguh sempurna kau mainkan peranmu
Mendungpun masih bergelayut mesra dibahu sang mega, sang sudra rindukan surga yang di dapat hanya kecewa. Airmata tak bermakna, merindupun tak berharga
Temaram mendayu kalbu, mengantarku pada nyanyian malaikat dan ayat-ayat dari surat cinta-Nya menyusup cahaya keheningan. Akulah bunga yang rindukan musim
Sesekali ingin kudapat surga takkan terhapus dari lauhul mahfuz; seperti engkau takdirku. Hingga remang hati menjadi mutiara serintik doa
Pada dedaun yang berikan teduh di telubuk, kutulis prasasti yang terselip maksud hujan, juga kujunjung Asma-Nya yang tersimpan riwayat cinta. Selalu; ada kejernihan senja saat bersamamu. Mungkinkah kita sepasang sayap yang melayang mabuk surga dibawah Surga-Nya
Surabaya 21-04-20
Oleh : Urip Iku Urup
Terlalu sempurna ku tuk membencimu, meski segores rindu kau kebiri rasaku. Dalam letih kuharap hadirmu empat detik yang ku pinta darimu rupanya beban buat ragamu. Sang sudra rindukan surga yang di dapat justru neraka, merindumu begitu sakit namun tak jua kau fahami
Dalam heningku, kusadari arti hadirku. Kuhanya keranjang sampah tempat keluh kesahmu. Aku hanya secarik tissue penyeka air matamu hanya dermaga tempat persinggahan perahumu dan sungguh sempurna kau mainkan peranmu
Mendungpun masih bergelayut mesra dibahu sang mega, sang sudra rindukan surga yang di dapat hanya kecewa. Airmata tak bermakna, merindupun tak berharga
Temaram mendayu kalbu, mengantarku pada nyanyian malaikat dan ayat-ayat dari surat cinta-Nya menyusup cahaya keheningan. Akulah bunga yang rindukan musim
Sesekali ingin kudapat surga takkan terhapus dari lauhul mahfuz; seperti engkau takdirku. Hingga remang hati menjadi mutiara serintik doa
Pada dedaun yang berikan teduh di telubuk, kutulis prasasti yang terselip maksud hujan, juga kujunjung Asma-Nya yang tersimpan riwayat cinta. Selalu; ada kejernihan senja saat bersamamu. Mungkinkah kita sepasang sayap yang melayang mabuk surga dibawah Surga-Nya
Surabaya 21-04-20
Selasa, 14 April 2020
Romansa Bunga Cita
ROMANSA BUNGA CITA
Oleh : Urip Iku Urup
Pupuh-pupuh formosa megatruh sentuh bawana kalbu. Sang maestro berjubah sunyi amanatkan rahsa pada cawan-cawan risalah, hanyutkan angan. Solfegio Insani menggelas kedalaman netra. Kupuja sepenuh adamu. Lahatkan letih kembara labirin, misteri tak terselami dibelah pagi. Perjamuan setia Sawitri teruji meskipun. Dionisius persulangan menuang anggur-anggur janji pembius jiwa. Aku tetap protect menjaga loyalty dalam geliat tempa juga dera goda
Walau ujung datsur menunjah iris netra atau ranggasnya corona soca batini dan Kautsar tak lagi menelaga, kering dalam kerongkong keterbatasan.
Bumi pemangku segala bentuk hidup dan kehidupan tanpa berpilih kasih. Tonggeret menabla sesadar lamun panjangku. Sekelompok ngengat bergumul di antara dian nurani. Bibirku berkelit katup menahan isak rintih ketiadaan. Malam pekat berkabut damai pada senandung lindung serangga, bagai Kuala cermin yang semelpharkan "Swastika Candu Asmara". Tiada lagi luka bersemayam, bahkan sembilu penyayat hati, ataupun memori kelam yang pangkas buhul-buhul cinta. Megasporakan tunas percaya diri, segala terjaga hingga tak ada marakatak sporadiskan daun-daun kering. Labium-labium mahkota raya megar dalam buai lembut Samirana.
Sedemikian kagum aku padamu. Hingga telah dan telah lalu, segalanya perihal pesonamu, menjelma menjadi cannabis yang embrancenya begitu kuat memasung kebebasanku. Pekat tabir malam memudar berganti siang, hingga 'Raja Hari' tenggelam meninggalkan jubah kebesaran dalam suprasasti janji setianya pada dewi malam. Sekuntum bauhinia warna kuning, kauselip di telinga kiriku. Renda manis Nevada dari laskar-laskar musim summer di Beverly yang menantang adrenalin kumbang dalam ledakan asmara. Dia kuda hitam pencatat sejarah.
Kicau burung takzim bertasbih dalam tahanut-tahanut imperial menjingga. Aku tornado pengoyak anganmu yang jembranakan glamour bisau. Berbagi suka duka dunia nyata yang eden, beresiliensi mengakulturasikan dogma-dogma, resume atau mungkin kredo suci. Terambah kekosongan membenak, saat kau menepi di samping heningku, suaramu lirih mengAndegio kedalam salsa shymphoni. Seteduh realita tremor manis sikapi kebebasanku. Dari menung layung tanpa tepi
Pearl Harbour mebadai handai, bagai detak jantung pecahkan murung. Meruang cupu seteluk hati, kau gemuruh fasih yang lembut melumat keakuanku, menjadi songket silky yang larut. Sebab rindu kian menjelma liukan narasi. Lewat kisah kepak jemari frasa berpaksi visi, menjulang sememoar suprasasti gita kasih bersulam serpih-serpih nada fasih. Wahai ...! Dermaga labuan hati. Segala geletar tak pernah sedetik pun beranjak pada wujudmu yang begitu anggun kau simpan dalam diam. Kagumku melingkar dalam dirimu. Tak pernah mengurai lepas di tiap tentangmu, dan selalunya hanya tentangmu
Surabaya 15-04-20
Oleh : Urip Iku Urup
Pupuh-pupuh formosa megatruh sentuh bawana kalbu. Sang maestro berjubah sunyi amanatkan rahsa pada cawan-cawan risalah, hanyutkan angan. Solfegio Insani menggelas kedalaman netra. Kupuja sepenuh adamu. Lahatkan letih kembara labirin, misteri tak terselami dibelah pagi. Perjamuan setia Sawitri teruji meskipun. Dionisius persulangan menuang anggur-anggur janji pembius jiwa. Aku tetap protect menjaga loyalty dalam geliat tempa juga dera goda
Walau ujung datsur menunjah iris netra atau ranggasnya corona soca batini dan Kautsar tak lagi menelaga, kering dalam kerongkong keterbatasan.
Bumi pemangku segala bentuk hidup dan kehidupan tanpa berpilih kasih. Tonggeret menabla sesadar lamun panjangku. Sekelompok ngengat bergumul di antara dian nurani. Bibirku berkelit katup menahan isak rintih ketiadaan. Malam pekat berkabut damai pada senandung lindung serangga, bagai Kuala cermin yang semelpharkan "Swastika Candu Asmara". Tiada lagi luka bersemayam, bahkan sembilu penyayat hati, ataupun memori kelam yang pangkas buhul-buhul cinta. Megasporakan tunas percaya diri, segala terjaga hingga tak ada marakatak sporadiskan daun-daun kering. Labium-labium mahkota raya megar dalam buai lembut Samirana.
Sedemikian kagum aku padamu. Hingga telah dan telah lalu, segalanya perihal pesonamu, menjelma menjadi cannabis yang embrancenya begitu kuat memasung kebebasanku. Pekat tabir malam memudar berganti siang, hingga 'Raja Hari' tenggelam meninggalkan jubah kebesaran dalam suprasasti janji setianya pada dewi malam. Sekuntum bauhinia warna kuning, kauselip di telinga kiriku. Renda manis Nevada dari laskar-laskar musim summer di Beverly yang menantang adrenalin kumbang dalam ledakan asmara. Dia kuda hitam pencatat sejarah.
Kicau burung takzim bertasbih dalam tahanut-tahanut imperial menjingga. Aku tornado pengoyak anganmu yang jembranakan glamour bisau. Berbagi suka duka dunia nyata yang eden, beresiliensi mengakulturasikan dogma-dogma, resume atau mungkin kredo suci. Terambah kekosongan membenak, saat kau menepi di samping heningku, suaramu lirih mengAndegio kedalam salsa shymphoni. Seteduh realita tremor manis sikapi kebebasanku. Dari menung layung tanpa tepi
Pearl Harbour mebadai handai, bagai detak jantung pecahkan murung. Meruang cupu seteluk hati, kau gemuruh fasih yang lembut melumat keakuanku, menjadi songket silky yang larut. Sebab rindu kian menjelma liukan narasi. Lewat kisah kepak jemari frasa berpaksi visi, menjulang sememoar suprasasti gita kasih bersulam serpih-serpih nada fasih. Wahai ...! Dermaga labuan hati. Segala geletar tak pernah sedetik pun beranjak pada wujudmu yang begitu anggun kau simpan dalam diam. Kagumku melingkar dalam dirimu. Tak pernah mengurai lepas di tiap tentangmu, dan selalunya hanya tentangmu
Surabaya 15-04-20
Senin, 13 April 2020
Separuh Malam
🍂SEPARUH MALAM🍂
Oleh : Urip Iku Urup
Separuh malam memahat sunyi
Jiwa mengulum sepi
Berselimut hati
Imajinasi
Temaram
Separuh malam
Aksara terbawa dalam
Rasa kasih membius kelam
Nyanyian bisu mengusik raga
Lamunan membawa asa
Rasa jiwa
Meronta
Goresan
Sebatas impian
Terhanyut dasar lautan
Membias sunyi membuncah kenangan
🍂Surabaya 13-04-20🍂
Langganan:
Komentar (Atom)
Manunggal Ing Roso
MANUNGGAL ING ROSO Karya: Urip Iku Urup Mendaki puncak sepi, tapakan jiwa dari bising resah menjamah Di dataran rendah, kumuh batin ber...
-
Karya: Urip Iku Urup 🧕🏻 Wisteria salju, pesona terjelita dari flora lembah kasih Cendawan mengusam di paras tampanmu, sebuah cadik...
-
*NIMBOSTRATUS PRACEPITATIO* Andai cirrostratus, altostratus jingga bisa bicara Akan menepis sunyi mencekam jiwa Rebahku bercumbu di ban...
-
🍂SEPARUH MALAM🍂 Oleh : Urip Iku Urup Separuh malam memahat sunyi Jiw...