Minggu, 02 Agustus 2020

SEBELUM PULANG

SEBELUM PULANG
Oleh : Urip Iku Urup

Pasang surut kehidupan silih berganti mengukir cerita
Hitam putih datang dan pergi menyisakan lembaran makna

Haruskah disesali?
Entah kapan kita akan kembali
Bercumbu seperti dulu

Ketika Drupadi mencipta sumpah dan Srikandi membunuh sumpah
Dan kita masih menunggu janji

Di Athena, Durga dilatih Zeus menundukkan petir
Sementara kita masih tak berdaya mengendalikan diri

Di Jabal Rahmah kita merenung
Bagaimana Adam dan Hawa dipertemukan setelah rindu menggunung di ubun-ubun
Penyesalan berkarat di bejana jiwa - masih kabut - kita hampir menyerah ditelanjangi takdir

Tidak
Kita pilih perang (entah itu syahid atau pun mati konyol, tidak peduli) kita harus menang

Sebelum Izrail berkunjung tanpa diundang
Sebelum kafan membalut seluruh tubuh
Sebelum tanah menelan jasad bulat-bulat
Sebelum cempaka ditabur di atas kubur
Sebelum sempurna kita berjumpa di keabadian

Laku hidup melaju tanpa jeda

Penghujan dan musim panas

Lalulalang memeluk tanah, gunung, juga lautan
Masih: aku tak mampu mengeja kata apalagi makna

Lemahkah aku?
Tidak lelah? Tidak
Atau kalah? Tidak sama sekali, tidak!

Lihatlah malam, kawan!
Masih setia pada kelam
Siang pun masih tak sanggup memahami teka-tekinya

Masa lalu adalah jejak yang membeku
Adalah catatan hidup

Adalah kalam sukma yang mengendap
Menjadi sekumpulan hikmah untuk melangkah ke masa depan

Selma, kau lihat cermin itu, ambil lalu lihat dirimu!
Betapa purnama di sela matamu tertutup kabut atau mungkin debu jalanan yang kian menghalangi tatapmu pada kenyataan
Kau pilih menjadi tangguh daripada harus luluh

Aku tahu, kau adalah perempuan laut, bukan penakut;
Perempuan dengan palung paling dalam yang menyimpan kekayaan tak ternilai
Perempuan dengan ombak yang tak kenal kata pulang sebelum perang dengan karang
Perempuan dengan badai paling ganas yang mampu menenggelamkan siapapun
Namun juga perempuan dengan permata paling menyilaukan segala tatap mata

Jangan menangis, Selma!
Air matamu sudah cukup mengalir ketika lahir

Di telaga sukma kau pernah membasuh keruh waktu
Jangan biarkan tekad yang telah menggunung terbuang sia-sia
Jangan biarkan malam mendahului siang, hingga langkahmu tak tentu arah
Jangan biarkan hidupmu berlalu hanya sisakan tanda tanya

Selma, kau lihat langit itu, pandangilah sepuasnya!
Di manapun tanah diinjak, betapa kita tetap berada di bawahnya

Garut, 10 Juli 2017

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Manunggal Ing Roso

 MANUNGGAL ING ROSO Karya: Urip Iku Urup Mendaki puncak sepi, tapakan jiwa dari bising resah menjamah Di dataran rendah, kumuh batin ber...