Rabu, 30 Oktober 2019

KUBERSUJUD

*SUJUDKU*

Kening yang melekat pada pijakan ribuan kaki
Dan tempat dimana semua orang meludahi
Kami merasa hina menghadap sang maha tinggi
Lebih rendah dari debu disetapak kaki sufi

Subhana robbiyal a'la wabihamdi
Maha suci tuhanku yang tinggi lagi terpuji
Yang memberi kami kekuatan untuk memuji
Mengagung-agungkan dirinya dalam diri kami

Sujud kami bukanlah kehendak diri sendiri
Melainkan panggilan merdu penggerak hati
Tanda lamaran cinta dari sang maha tinggi
Yang tampak samar pada dinding duniawi

Kalimat itu bukan berasal dari suara kami
Lisan kami hanyalah lidah, bibir, gusi dan gigi
Lalu bagaimana cara kami memuji pada illahi
Sedang tuhan membacakan tasbihnya sendiri

*@Berandal_Aksara*
*Karya: Urip Iku Urup*
*Surabaya 30-10-19*

Selasa, 29 Oktober 2019

Kerinduan

*BINGKAI RINDU*
*Karya:Urip Iku Urup*

Sepertinya kita memang harus berdamai dengan diri, mengasingkan perasaan yang tumbuh namun tak direstui hati. Kita itu  terkadang memang bodoh, tak pandai membawa hati dan ceroboh.

Seperti ketika dibujuk sepi lalu diam-diam kita menautkan hati di kedalaman laut yang kita sebut juga dengan samudera rasa

Berenang-renang bak anak kecil yang baru bertemu dermaga, tanpa peduli gelombang pasang menenggalamkan
Semakin dalam larut dalam perasaan.

Bagaikan dipaksa pulang, walau hati masih enggan tuk beranjak. Senja di duniamu telah menggulung malam, lalu erat kau di dekap dengan sepasang pelukan.

Aku cemburu pada langit, pada bulan, pada bintang yang selalu ada di sisimu. Mencuri senyum bahagiaku yang baru saja meranum. Bibir ini masih basah oleh ucap rindu, namun sekejap saja  berubah gelisah tak menentu

Aku yang didera rindu
Namun justru dia di pelukmu!
Membuai mesra helai demi helai rambutmu,

Meminang bola mata yang terkadang pernah menatapku dengan cinta.
mendapatimu di pagi buta hingga ujung senja.

Di mana kata rindumu yang pernah meluruhkan risauku?
yang pernah mengisi ruas-ruas iga dengan ulasan kata cinta.
Yang pernah kuharapkan tumbuh menjadi tulang rusuk lalu menyatu di tubuhku.

Kini kau memang tumbuh,
Namun sebagai duri yang menusuk palung hati,
Sebagai cinta yang semi namun menepi menjauhi

Aku yang berharap mencair di dadamu,  hanya menjelma syair dengan sejuta elegi.
Masih adakah unggun di dadamu kekasih?
Untuk kujadikan bara di antara kebekuan ini. Karena sungguh rindu ini masih utuh, tak berkurang justru semakin merindang.

Datanglah, walau hanya sebagai kembang yang memutik di ubunku, biar ku jadikan tembang kenangan di antara kehancuran hati, yang pernah ada di duniamu, melukis warna di harimu, walau aku masih ragu benarkah debar itu juga riuh di dadamu.

Sebagaimana rasaku yang selalu tumbuh dan tak mampu membunuhnya.

*Surabaya 25-04-18*

Cinta tak di restui

*Cinta Tak Direstui*

Berbuah lara mengembang luka
Hati digenangi gundah gulana
Tuhan seolah tak mengindahkan pinta
Menggantung doaku di tengah gelimang asa

Tak penuh kemungkinan untuk bersama
Restu orang tua menjadi palu pematah
Menikam lamar dengan tolak membahana
Mengharap renggang menunggu pisah

Entah dengan cara apa lagi harus kupertahan cinta
Aku berjuang namun tak pernah dihiraukannya
Diri ini hanya tinggal nama
Sebab keberadaan yang tak pernah dibaca

Sedih menggempur
Melebur bahagia yang tumbuh subur
Ragaku perlahan tersungkur
Tercebur dalam jurang kepedihan yang tak lagi terukur

Ada pria lain yang lebih masyhur
Tidak sepertiku yang hanya memiliki doa berlumur
Mengulur tangan pada sang Pemilik Luhur
Di garis lara yang tak pernah meluntur

Mungkin ini sudah takdirku
Aku yang tak bisa membahagiakanmu
Terdiamku dalam asaku
Yang hanya bisa mencintaimu

Wajar orangtuamu menginginkanku pergi
Mereka ingin kamu bahagia
Mereka ingin kamu bersamanya
Aku pergi dan tak kan di hatimu lagi

Aku sadar, apa dan siapa diriku
Jika restu tak dapat kau ucap merdu
Maka izinkan aku untuk merindu
Biarkan doaku memeluk putrimu di sepertiga malam yang kelabu

Hanya itu yang bisa kulakukan setelah ini
Memohon kebahagiaan untuk putrimu yang telah bersuami
Walau kecewa tak dapat kupungkiri
Putrimu tetaplah ratu di ruang hati
Ia tidak akan pernah terganti
Sampai maut membawa sukmaku menghadap Ilahi

Note:
“Jika tak dapat restu dari calon mertua, berdoalah. Dan jika masih tak direstui, cobalah bersandar diri. Tanyakan pada dirimu sendiri, Apa dan siapa Aku ini?”

*Berandal_Aksara*
*Surabaya 20-09-18*
*Revisi 21-08-2019*

Senin, 28 Oktober 2019

PUPUH MEGATRUH 4&5


Karya: Urip Iku Urup

πŸ§•πŸ»
Wisteria salju, pesona terjelita dari flora lembah kasih
Cendawan mengusam di paras tampanmu,  sebuah cadik tanpa sauh kau kayuh dengan tangan letihmu. Aku tak sampai hati wartakan duka. Tentang engkau yang terang-terangan di pinta oleh mempelai yang tengah dijodohkan kepadamu dari kecil dulu.

Kasih jika tapak darah dan pengorbanan ini takkan pernah sampai di kesadaranmu,  jika kejujuranku tak ada artinya untuk lebih memilih persandinganmu dengannya. Aku hanya bisa bersisian kasih dengan bayangmu saja.

πŸ‘³
Kasih,....
Takkan habis cerita tentang denyar,  yang bisa menggantikan indahmu di jiwa ini,  Bukan intan permata atau manikam yang memudarkan keakuan dalam pesona. Bukan materi atau jabatan,  bukan... Itu takkan pernah menyilaukan matakku.

Kurindu belai kasihmu,  yang begitu damage melembutkanku kala letih mendera,  senyum manis dan ketulusanmu menyembuhkan luka.
Hari-harimu adalah gelebah tentang kisah yang bingkai ronakan gelora.
Kau salju pengurai dendam. Kau embun kasih yang memudarkan egoisku.  Kau telisik sunyi demi persahabatan sebiji bintang.

πŸ§•πŸ»
Ksatria terkavanaghku...
Terpukau aku melihat sahaja dan moderatnya perangaimu, kau bimbing aku menyusuri lembah penuh Wisteria snow white,  dengan rengkuh hangatmu di pundakku.  Kau meraihku penuh cinta, ketika gamang mulai memeta kristal resah, memalung terjal jarak yang tiada berkesudahan.

πŸ‘³
Puan,....
Jangan pernah tangisi kidung sunyi
yang semakin merayap di dinding hati. Biarkan reranting rindumu media di bibirku.

Tangisan kalam hujan pecah dalam tempias di genteng tua huma rumah kita senja itu.  Senyummu laik ulas bakung termerah yang mengganggu lamunanku.

Genta terajam di jenjang kaki indahmu,  gemulai liuknya, gerhanakan panca indra. Sesuatu meliar pada rahasia langkah hati.

πŸ§•πŸ»
Tuan,....
Tiga puluh sajak cinta dan nyanyian putus asa. Keagungan terjelma begitu sempurna. Kepak sayap kasih,  seolah perisai penebas gulita jiwa.

Senandung rasa syukur atas kemahaluasan hidup.  Nafiri kejujuran tanpa pretensi.
Excellenitasmu,  laik sapphire (kristal batuan terkeras)  yang dinafasi.

Denyar berpendar seolah kerling indahmu yang berbinar-binar.
Mengiring librasi gelombang asmara
Tiap langkah dalam sajak indahmu,  adalah jejak kecil kepergian,  sekaligus ruang damai kepulangan.

πŸ‘³
Cinta,....
Desir angin pengurai sajak cinta di tiap hela desah nafasmu.
Mengharu-birukan rasaku di lembah kasihmu nan biru,  di castle perjamuan kita memulangkan rindu.

Di saat aku terdiam dalam fana arsy kesunyian, hanyalah harap yang kutunggu. Ingin kusambut hadirmu jelita,  kujelang,  kurengkuh dan kupeluk erat dirimu dalam mimpi keabadian.  Eternal menjadi kejora di netraku. Mortal dalam asketis ephipany-ku.

Pengakuan terjujurku dalam Formosa kidung senja,  kau jangan lagi melayu tak berarti laik lirikan mata sajak tanpa rima,  tak bermelody.

Dengarlah wahai duhaiku, akan  kuakhiri petualanganku merayu kuntum-kuntum itu. Dan kutetapkan hatiku selamanya mengabdi setia demi menjadi pelita jiwamu selama-lamanya. Tentu dengan seizin Ridho-Nya.

*Bersambung*
*Masih Dalam Tahap*

Manunggal Ing Roso

 MANUNGGAL ING ROSO Karya: Urip Iku Urup Mendaki puncak sepi, tapakan jiwa dari bising resah menjamah Di dataran rendah, kumuh batin ber...