Minggu, 02 Agustus 2020

Secangkir Kopi

SECANGKIR KOPI
Oleh : Urip Iku Urup

Duduk dan temani aku disini, masih terlalu pagi untuk membicarakan cinta dihadapan kopi. Pagi adalah harapan untuk segalanya, termasuk sesuatu yang mungkin tak ada, kopi pagi dan doa kecil diberanda : semoga ada waktu buat kita. Tuhan maha romantis, ia menurunkan gerimis sepagi ini untuk menyamarkan sepi dan tangis.

Menuju pagi, ada yang perlahan mati dalam secangkir kopi, kita dan harapan yang baru saja kau bunuh sendiri. Ada pahit disetiap teguk kopi, sebab masih ada manis dunia yang belum kurasa diluar sana. Andai secangkir kopi dimeja ini bernyawa. Mungkin ia adalah kekasih yang paling setia. Ada begitu banyak rindu yang mengepul diseduhan kopi hitamku, duhai kasihku.

Tapi kau tak tau.
mengingatmu: seperti sekuntum hujan ,sepi dilangit mataku, yang kunikmati hanya guguran durinya dicangkir kopiku.

Kabar gembira pagi ini, ada harum cahaya, lembut puisi dan secangkir kopi. Segalanya kurasa amat hangat didadaku untuk mencintaimu. Malam ini aku akan kencan dengan secangkir kopi . Dengan selembar Sajak, dalam dompet, kubelikannya sekuntum bunga sepi. Meneguk secangkir kopi ialah caraku untuk menikmati sepi dan mengelabuhi rasa nyeri.

Sembari melamun aku ingin kita berbagi secangkir kopi dan ciuman.

Kopi malam ini terasa pahit sekaligus manis, lidahku tidak bisa membedakan rasa jatuh cinta atau rasa kehilangan. Siapalah aku ini, hanya ampas kopi. Aku menerima takdirku sebagi penikmat kopi, sebab kita takkan pernah duduk diusia yang sama

Kopiku mulai dingin, kau belum kembali jua, sekarang kopiku terasa asin oleh air mata.

Secangkir kopi kuaduk seperti memutar waktu, sedang kenangan masih ditempat yang sama: masalalu. Kadang aku suka minum kopi tanpa gula, seakan menikmati kesedihan hingga keampasnya. Akan kusuguhkan kopi tanpa susu, aku tak mau menikmati masa depan dengan sisa aroma kenanganmu. Saat rinduku menghujam, cintaku tenggelam bagai gula yang larut dalam secangkir kopi hitam.

Aku membandingkan mana yang lebih kurindu? Pelukan hangatmu atau harum kepulan asap kopi yang sedang kuhirup? Selalu kucurahkan kerinduan ini dalam secangkir kopi, mungkin karna puisi sudah tak sanggup menampungnya lagi. Seperti memutar waktu, terus kuaduk kopi pagi ini. Tapi kenangan tak kunjung pergi. Malam hening didasar cangkir ampas kopiku mengguris tangis. Bulan lupa terbit dan senyum seseorangpun tenggelam.

Kopi malam ini kuseduh dengan air hujan, barangkali kutemukan juga air mata kesedihan. Diluar, rambut gerimis mengibaskan namamu. Lalu kutulis  "ini kopiku, mana kangenmu?"

Secawan kopi kental tak lagi terbalut dengan duka keinginan, tetapi terbalut dengan doa untuk kenyataan.
Secangkir kopi diatas meja dan doa kecil diberanda : Semoga kesedihan tak dituliskan atas namanya dalam kepulan asap kopiku.

Menghirup wangi kopi robusta kedai di dunia ini, cintaku hidup tak lebih hanya menumpang minum saja. "Semanis apapun kopi belum bisa menipu pahitnya ketiadaan"

Surabaya 2020

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Manunggal Ing Roso

 MANUNGGAL ING ROSO Karya: Urip Iku Urup Mendaki puncak sepi, tapakan jiwa dari bising resah menjamah Di dataran rendah, kumuh batin ber...