Rabu, 26 Agustus 2020

Manunggal Ing Roso

 MANUNGGAL ING ROSO
Karya: Urip Iku Urup

Mendaki puncak sepi, tapakan jiwa dari bising resah menjamah
Di dataran rendah, kumuh batin bergumul di atas pelana para kuda pengangkut sari pati bumi pun permata.
Debu-debu berterbangan memandikan setiap tubuh yang larut dalam perburuan.
Ternetra pedih, pekat pandangan pada senyala.

Mencumbu hening dalam kolaborasi sepi dan gigil hawa di puncak senyap
Coba bersinggah lama di istana segala maha
Bentangkan Alif lebur pahatan hijaiyah dalam buaian Yak
Hingga kosong  menjumpa titik yang merangkum mula semua cahaya.

Sesyahdu sufi merima nada satu cinta dalam makna
Dua huruf terpandang satu laksa alif-bak pada kalam bismilah
Esa, menghambur dirunut aliran nadi memuara hati
Didendang tasbih semesta dalam irama takbir penghuni nabastala.

Siapapun adamu, serupa pendaki yang bertengger di sisi puncak
Tancapkan tongkat, kibarkan bendera penaklukkan
Sirna ketakutan tumbuhkan kesadaran, betapa renta manusia
Meski telah berdiri di atas lencana batu tertinggi.

Alif, bawalah turun dari puncak pertapaan
Alif, tetaplah dalam balutan busana keindahan
Alif, janganlah dipermalukan, menelanjangi auratnya pada yang bukan muhrimnya.
Alif, bermain petak umpet, sembunyi dalam misteri
Siapa tahu semayam, diam aturan mainnya.
Atau kau menjadi gila, rela dinada gila, rela direnggut nyawa.

                               Alif
                         Lam
                              Mim

Didudukkan aku pada tonggak
Beralas permadani lima dalam batas empat ruas menjadi saksi yang kuat mengikat

                    Nyawa
               Hati    nurani
             Aku   ruh   tunggal
         Mewadai sembilan puluh sembilan      
         Aku  hati  rohani
          Hati Robbani
             Sanubari
               Sukma
                  Fuad
                    Qolbi
                       Insya
                          Sukma
                             Nafsu
                                Shudur
                                   Syaghafa
                                       Nurullah
                                          Dzatullah
                                              Ismullah
    Lelembut   robbaniyah    ruhaniyah
      Lembar     kertas      kalimatullah
        Lelembut.  kullujasad,  sir,  ruh
           Lelembut     nathiqa,    khafi
              Meja        syahadatullah
                 Pemantul  wajhullah
                    Danau dzatullah
                      Kaca ruhullah
                            Tajalli

                            ●      ●

Menyelam dalam Ba Sin Mim aku menyentuh tiga
Kubaca nama dalam Empat Alif Lam Lam Ha'
Bersayap empat aku terbang ke langit dengan satu dua
Kembali ke satu satu empat aku berjalan di bumi nyata

Pada sajadah rata dua dua dua satu empat yang tujuh
Dalam mihrab aku bertemu sempurna dalam sepuluh
Aku lusuh aku kumuh aku rubuh aku runtuh

Ketika lenyap apa lenyap siapa lenyap semua tanya
Kitab jelas kitab yang hidup kitab berjalan terbaca
Aku membaca aku dibaca aku hina

Badan hanya alat
Badanku medan perang
Badanku menanggung duka hayya 'alal falah
Musuh menikam dari dalam jantung
Kutindih di bawah Gunung Jabbar Qahhar
Penindas tinggal di usus, penindas merobek usus
Kucampakkan ke kakus
Berhala menggumpal di aliran darah, menjadi planet-planet mati
Kutetesi dengan ma-ullah sepanjang siang dan malam hari

Surabaya 26-08-20

Minggu, 02 Agustus 2020

Menasbihkan Kalimat Nun

MENASBIHKAN KALIMAT NUN
Oleh : Urip Iku Urup

Jika saatnya tiba di mana pasir melambaikan pantai, dan ia larut oleh gelombang pasang, maka surutnya air laut menyusul kerinduan. Sesaat itu susut yang tak dirasa, Senggama canda bercerita segelintir sirna, bagai pesta seketika purna, banyak sampah-sampah kenangan yang masih segar dipandang mata. Diri hanya mampu memeluk air mata walau tak harus menangisi sisa, Terkadang bayangan yang masih bersajak pulang menuang sesuap senyum sebinar kesan, tak mungkin cukup mengenyangkan duka yang sedang lapar. Sang gemetar pun tengah berkhotbah sembari berteriak kecil di mimbar dada, bisiknya pada telinga, aku menyesal ... aku menyesal ... dan aku menyesal! kembalikan aku pada pantai

Sang telinga pun melebar daun dari embun, tersenyum tipis setiap pagi selepas mimpi, namun! ia pun mengerucut takut pada kemelut di cerahan matahari, sebab panasnya kerap menusuk pori-pori, singgasana perih pengusik emosi, yang siap menjatuhkan si kecil hati sedang mengkaji bakti agar, dikarunia sang sejati. Di surau naluri menekuni ketegaran yang bergantung di langit keikhlasan, sabanhari menasbihkan kalimat, damai ... damai ... dan damai ...
Berjubah diam di luas kesunyian, dengan syair-syair rangkaian angan, senandungnya masih lirik kerinduan, mengalun dalam hening pengharapan sembari mengimbangi bunyian degup semakin kencang, selayak takbir dengan sejumlah vokal, tak terdengar satu walau tunggal ejaan namun! cukup menabuhkan bimbang, hingga keringat pun perlahan berkeliaran, berdengung suara, semoga ... semoga ... dan semoga ...

Meski air laut kembali datang, mungkinkah sepasir jua turut menumpang, menjumpai penantian yang dihidang, atas dasar rindunya yang lama terpendam, dan lagi memati ( Nun ) dipangkuan ( Qaf  ) yang mengesahkan dengung lebih panjang, menjadi pesona suara indah di satu cerita
kau dan aku adalah jalinan, yang harus megah dalam ketulusan. Dibingkai kewajaran, kertasmu, kertasku sama-sama melembar, menerima apa yang terlukis seperti alam. Sehingga kita adalah puisi yang fitrah dibaca sehari-hari, walaupun bertubi gerak bumi memuitis imaji. Kita akan nurani sampai mati dan abadi

Surabaya 25-07-20

Secangkir Kopi

SECANGKIR KOPI
Oleh : Urip Iku Urup

Duduk dan temani aku disini, masih terlalu pagi untuk membicarakan cinta dihadapan kopi. Pagi adalah harapan untuk segalanya, termasuk sesuatu yang mungkin tak ada, kopi pagi dan doa kecil diberanda : semoga ada waktu buat kita. Tuhan maha romantis, ia menurunkan gerimis sepagi ini untuk menyamarkan sepi dan tangis.

Menuju pagi, ada yang perlahan mati dalam secangkir kopi, kita dan harapan yang baru saja kau bunuh sendiri. Ada pahit disetiap teguk kopi, sebab masih ada manis dunia yang belum kurasa diluar sana. Andai secangkir kopi dimeja ini bernyawa. Mungkin ia adalah kekasih yang paling setia. Ada begitu banyak rindu yang mengepul diseduhan kopi hitamku, duhai kasihku.

Tapi kau tak tau.
mengingatmu: seperti sekuntum hujan ,sepi dilangit mataku, yang kunikmati hanya guguran durinya dicangkir kopiku.

Kabar gembira pagi ini, ada harum cahaya, lembut puisi dan secangkir kopi. Segalanya kurasa amat hangat didadaku untuk mencintaimu. Malam ini aku akan kencan dengan secangkir kopi . Dengan selembar Sajak, dalam dompet, kubelikannya sekuntum bunga sepi. Meneguk secangkir kopi ialah caraku untuk menikmati sepi dan mengelabuhi rasa nyeri.

Sembari melamun aku ingin kita berbagi secangkir kopi dan ciuman.

Kopi malam ini terasa pahit sekaligus manis, lidahku tidak bisa membedakan rasa jatuh cinta atau rasa kehilangan. Siapalah aku ini, hanya ampas kopi. Aku menerima takdirku sebagi penikmat kopi, sebab kita takkan pernah duduk diusia yang sama

Kopiku mulai dingin, kau belum kembali jua, sekarang kopiku terasa asin oleh air mata.

Secangkir kopi kuaduk seperti memutar waktu, sedang kenangan masih ditempat yang sama: masalalu. Kadang aku suka minum kopi tanpa gula, seakan menikmati kesedihan hingga keampasnya. Akan kusuguhkan kopi tanpa susu, aku tak mau menikmati masa depan dengan sisa aroma kenanganmu. Saat rinduku menghujam, cintaku tenggelam bagai gula yang larut dalam secangkir kopi hitam.

Aku membandingkan mana yang lebih kurindu? Pelukan hangatmu atau harum kepulan asap kopi yang sedang kuhirup? Selalu kucurahkan kerinduan ini dalam secangkir kopi, mungkin karna puisi sudah tak sanggup menampungnya lagi. Seperti memutar waktu, terus kuaduk kopi pagi ini. Tapi kenangan tak kunjung pergi. Malam hening didasar cangkir ampas kopiku mengguris tangis. Bulan lupa terbit dan senyum seseorangpun tenggelam.

Kopi malam ini kuseduh dengan air hujan, barangkali kutemukan juga air mata kesedihan. Diluar, rambut gerimis mengibaskan namamu. Lalu kutulis  "ini kopiku, mana kangenmu?"

Secawan kopi kental tak lagi terbalut dengan duka keinginan, tetapi terbalut dengan doa untuk kenyataan.
Secangkir kopi diatas meja dan doa kecil diberanda : Semoga kesedihan tak dituliskan atas namanya dalam kepulan asap kopiku.

Menghirup wangi kopi robusta kedai di dunia ini, cintaku hidup tak lebih hanya menumpang minum saja. "Semanis apapun kopi belum bisa menipu pahitnya ketiadaan"

Surabaya 2020

Mawadah Dalam Doa

*_MAWADDAH DALAM DOA_*
*_Oleh: Urip Iku Urup_*

Kata orang cinta itu tak harus memiliki
Maka aku hanya bisa mencintaimu dalam diam
Karena aku tahu, aku hanya pemeran yang di tulis Allah untuk menjagamu
Namun tidak disampingmu
Untuk di pertemukan bukan untuk di persatukan
Mencintaimu tapi tak bisa bersamamu

Tugasku sederhana, hanya diminta, memandangmu dari kejauhan
Dengan doa kusampaikan rindu dari rintihan bibir yang selalu menyebut namamu

Kau tahu? Aku tak ingin Cinta seperti Romeo dan Juliet
Aku hanya ingin Cinta seperti Fatimah Azzahra dan Ali Bin Abi Thalib
Mereka mencintai dalam diam
Ketika langit mulai berseru, ketika waktu telah tiba maka takdirpun menyatukan mereka

Jodoh itu adalah misteri
Tak boleh di ketahui
Dan tak boleh di pungkiri
Semua adalah Rahasia Ilahi

Terkadang dua insan yang saling mencintai
Dan lama menjalin kasih dan cinta
Belum tentu menjadi  jodoh dalam ikatan yang suci
Terkadang kedua orang tua nya tak merestui

Kadang pula justru orang yang kita benci
Akan menjadi jodoh yang hakiki
Allah  menyatukan dua hati
Terkadang manusia tidak bisa memahami

Jodoh tak akan kemana jika sudah waktunya tiba
Dia akan ada di depan mata
Setelah berusaha serta berdoa
Kita hanya merancang Allah lah penentu segalanya
Serta maha mengetahui akan Takdir Umatnya

Aku ingin mencintaimu dengan khusuk
Seperti ta'aruf angin kepada daun
Yang melahirkan pupus-pupus indah

Aku ingin mencintaimu dengan tawadhu
Seperti embun meminang pagi
Yang meneteskan bening di pucuk-pucuk hijau

Aku ingin mencintaimu tanpa rasa jemu
Seperti riak ombak yang selalu istiqomah membelai pantai dengan debur kasihnya

Ku ingin menjadi kalam yang bersenandung tepat di ruang kiri dada milikmu
Bersemayam selamanya, menjadi tanda merah yang akan kau namai Cinta...

Ku rangkai syair-syairku menjadi lembaran terindah
Menyapamu dengan ketulusan ta'aruf
Atas pinta yang selalu ku bisik pada langit
Dan menjadikanmu bidadari yang berdiri tegak di bagian belakang ujung sajadahku

Inginku...
Meminangmu dengan mahar cumbuan Al-Qur'an
Lalu ku lantunkan ayat-ayat cintaku, di hadapan purnama yang tak lepas dari rautmu

Mawaddah bersamamu
Terlukis dalam do'aku
Mengeja rentetan kalam ilahi
Mencipta sa'adah suci, di haribaan Allah Robbul Izzati

"Tak ada yang tau mengenai datangnya jodoh, terkadang Tuhan memiliki cara yang unik untuk menyatukan dua hati dalam satu ikatan suci"

*Syahwat Santri*
*_Jombang 25-02-2006_

SEBELUM PULANG

SEBELUM PULANG
Oleh : Urip Iku Urup

Pasang surut kehidupan silih berganti mengukir cerita
Hitam putih datang dan pergi menyisakan lembaran makna

Haruskah disesali?
Entah kapan kita akan kembali
Bercumbu seperti dulu

Ketika Drupadi mencipta sumpah dan Srikandi membunuh sumpah
Dan kita masih menunggu janji

Di Athena, Durga dilatih Zeus menundukkan petir
Sementara kita masih tak berdaya mengendalikan diri

Di Jabal Rahmah kita merenung
Bagaimana Adam dan Hawa dipertemukan setelah rindu menggunung di ubun-ubun
Penyesalan berkarat di bejana jiwa - masih kabut - kita hampir menyerah ditelanjangi takdir

Tidak
Kita pilih perang (entah itu syahid atau pun mati konyol, tidak peduli) kita harus menang

Sebelum Izrail berkunjung tanpa diundang
Sebelum kafan membalut seluruh tubuh
Sebelum tanah menelan jasad bulat-bulat
Sebelum cempaka ditabur di atas kubur
Sebelum sempurna kita berjumpa di keabadian

Laku hidup melaju tanpa jeda

Penghujan dan musim panas

Lalulalang memeluk tanah, gunung, juga lautan
Masih: aku tak mampu mengeja kata apalagi makna

Lemahkah aku?
Tidak lelah? Tidak
Atau kalah? Tidak sama sekali, tidak!

Lihatlah malam, kawan!
Masih setia pada kelam
Siang pun masih tak sanggup memahami teka-tekinya

Masa lalu adalah jejak yang membeku
Adalah catatan hidup

Adalah kalam sukma yang mengendap
Menjadi sekumpulan hikmah untuk melangkah ke masa depan

Selma, kau lihat cermin itu, ambil lalu lihat dirimu!
Betapa purnama di sela matamu tertutup kabut atau mungkin debu jalanan yang kian menghalangi tatapmu pada kenyataan
Kau pilih menjadi tangguh daripada harus luluh

Aku tahu, kau adalah perempuan laut, bukan penakut;
Perempuan dengan palung paling dalam yang menyimpan kekayaan tak ternilai
Perempuan dengan ombak yang tak kenal kata pulang sebelum perang dengan karang
Perempuan dengan badai paling ganas yang mampu menenggelamkan siapapun
Namun juga perempuan dengan permata paling menyilaukan segala tatap mata

Jangan menangis, Selma!
Air matamu sudah cukup mengalir ketika lahir

Di telaga sukma kau pernah membasuh keruh waktu
Jangan biarkan tekad yang telah menggunung terbuang sia-sia
Jangan biarkan malam mendahului siang, hingga langkahmu tak tentu arah
Jangan biarkan hidupmu berlalu hanya sisakan tanda tanya

Selma, kau lihat langit itu, pandangilah sepuasnya!
Di manapun tanah diinjak, betapa kita tetap berada di bawahnya

Garut, 10 Juli 2017

Senin, 04 Mei 2020

Bebek

             Belajar puisi Calligram
                    My Beb_Bek's
                     
                      Wkwkwk
               Begitu suaramu
       terdengar nyaring dan
              menggaung dalam
                                  rongga
                                 telinga
                                ha l au
                              segala    
                             du k a              
                          ha pu s
                       p e r i  h
                   hanya ada tawa saja;
               Bebekku yang lucu, kemari
            Temani aku janganlah kau  menjauh
         Ceritakan sebuah kisah persabatanmu
      Yang selalu bersama-sama ke mana mana
     Kau bisa lucu, namun jika diganggu
       Tanpa ragu kau kejar penganggu
         wkwkwkwk sepanjang waktu
             Bebek sahabat baikku  
                      wkwk      wkwk
                     wkwk      wkwk
                 w k w k    w k w k
              w  k  w k   w k  w k

                  Surabaya 05-05-20
                  Oleh : Urip Iku Urup

Kamis, 30 April 2020

Tanya

                           TANYA?
                      Urip Iku Urup

.                 sebuah tanya
                    terlintas di kepala
                              tak ada jawab
                                              kenapa
                                              kenapa
                                              kenapa
                                      semua diam
                                  membungkam
                     lalu menghilang
              karena lelah
             gelisah
             gundah
             resah
             marah

             sirna
             sirna
             sirna
                ?

               Bojonegoro 01-05-20

Manunggal Ing Roso

 MANUNGGAL ING ROSO Karya: Urip Iku Urup Mendaki puncak sepi, tapakan jiwa dari bising resah menjamah Di dataran rendah, kumuh batin ber...